Cerita Cinta Anggi & Nadrian
—seperti bisik yang menetap di langit, menunggu waktu menjadi takdir
05 Mei 2016
Percakapan Pertama
Ada yang tak kebetulan dalam dunia maya:
sebuah pesan muncul di layar hitam—BBM,
dan tiba-tiba dua orang yang belum sempat saling merengkuh
telah bicara seperti dua kawan lama
yang lupa caranya lupa.
Kami berbicara tanpa alasan,
atau mungkin justru karena terlalu banyak alasan:
sekolah di bangku yang sama, nama-nama yang saling bersinggungan,
tawa-tawa yang memantul di antara jeda pelajaran.
Kami hanya dua anak SMA,
yang tak sadar bahwa seutas kalimat
bisa menjelma akar,
dan setiap “hai” bisa tumbuh jadi hutan.
07 Agustus 2016
Awal Mengungkap Rasa
Ada sore yang pelan,
dan dari balik kata-kata yang sederhana
kami berdua menemukan satu hal yang tidak bisa disembunyikan:
rasa.
Kami bukan mengaku,
kami hanya seperti daun yang akhirnya jatuh ke tanah—
karena memang sudah waktunya.
Bukan karena cinta itu tiba-tiba,
tapi karena cinta itu berjalan diam-diam,
menyusup lewat percakapan ringan,
menetap lewat kenyamanan yang tak dicari.
09 Agustus 2016
Pertemuan di Halte RRI
Bandung sore itu tak terasa dingin.
Kami bertemu di depan gedung tua,
Radio Republik Indonesia—
dan entah mengapa, dunia terasa sebentar.
Di halte kecil itu,
tak ada bunga, tak terdengar orkestra.
Hanya kami, dan suara yang lebih nyaring daripada lalu lintas:
suara satu sama lain.
Kami tidak banyak bicara soal masa depan,
tapi kami bicara seolah akan hidup selamanya.
...
Tak akan cukup satu bab untuk menuliskan segalanya.
Cinta kami bukan yang sempurna,
tapi ia seperti hujan:
turun perlahan, tak bisa dihentikan,
dan diam-diam tumbuh menjadi sungai.
Ada masa-masa kami hampir hilang,
runtuh, tenggelam dalam kekeliruan masing-masing.
Tapi waktu selalu punya cara—
untuk membawa kami pulang satu sama lain.
Kami tumbuh:
dalam rupa yang berubah-ubah,
dalam peran yang tak selalu mudah,
dalam cerita yang tak selalu indah.
Tapi kami belajar mencintai tanpa syarat,
menerima tanpa jeda,
dan terus bersama bagaimanapun jadinya.
...
Cinta kami bukan novel yang tahu akhir ceritanya,
ia lebih seperti catatan harian
yang kekadang ditulis tergesa-gesa,
kekadang berhenti lama.
Ada halaman-halaman yang penuh tawa,
diisi oleh hal-hal remeh yang hanya kami berdua anggap penting:
tentang siapa yang paling sayang,
tentang siapa yang paling dulu mengalah saat bertengkar,
tentang kenapa malam terasa lebih panjang jika tidak ada kabar.
Ada juga halaman yang basah—
oleh diam yang terlalu panjang,
oleh kesalahpahaman yang tidak sempat disederhanakan.
Kami pernah menjauh,
bukan karena ingin pergi,
tapi mungkin sedang diuji:
seberapa kuat akar yang tumbuh dari percakapan kecil itu dulu.
Dan berkali-kali kami kembali.
Bukan karena tidak ada luka,
tapi karena kami tahu:
hanya dengan bersama, luka itu punya tempat untuk pulih.
Cinta kami tumbuh pelan-pelan,
seperti pohon yang tak pernah iri pada bunga:
ia tahu, kekuatannya ada pada akarnya.
Kami tak pernah berlomba untuk sempurna,
kami hanya berusaha saling cukup dan menerima.
...
23 November 2024
Pertunangan yang Mengharukan
Di bawah langit yang sederhana,
kami berdiri di hadapan keluarga—
mengikat bukan hanya tangan,
tapi segala luka, harapan, dan kemungkinan.
Kami percaya,
bahwa Tuhan tidak pernah iseng mempertemukan dua jiwa.
Bahwa cinta kami bukan sekadar saling suka, tapi saling menjaga.
Mulai hari itu, kami bukan lagi dua.
Kami satu,
yang akan terus berjalan—
melewati senja dan badai,
dalam satu janji kecil:
untuk tetap saling menemani,
bahkan ketika dunia tak lagi percaya arti kata "selamanya."
06 Juli 2025
Lantunan Pernikahan Kami
Kami akan menyebut hari itu sebagai hari yang pelan.
Hari di mana langkah kami tak lagi sendiri-sendiri.
Hari ketika dua cerita yang berjalan beriringan sejak lama,
akhirnya memilih untuk menjadi satu perjalanan.
06 Juli 2025 adalah bentuk lain dari doa-doa yang telah lama kami simpan.
Bukan hari yang megah,
tapi hari yang hangat—
di mana keluarga, sahabat, dan orang-orang yang kami cintai
akan menjadi saksi bahwa kami ingin berjalan bersama selamanya
Kami tahu, pernikahan bukan tentang janji yang sempurna.
Tapi tentang keberanian untuk tumbuh bersama,
untuk saling menemani ketika lelah,
dan tetap memilih satu sama lain
meski dunia tak lagi tahu arah.
Hari itu bukan akhir dari cerita,
melainkan halaman baru yang akan kami isi perlahan-lahan:
dengan percakapan-percakapan kecil, dengan masakan seadanya,
dengan tawa dan tangis yang saling menguatkan.
Kami ingin menua dalam percakapan yang tak pernah usai,
seperti sejak pertama kali kami bicara di BBM itu—
ketika semua terasa ringan,
tapi diam-diam tumbuh jadi sesuatu yang ingin kami jaga selamanya.
— Anggi, 2025